ASPEK TEKNOLOGI DAN EKONOMI PEMBANGUNAN PABRIK PENGOLAHAN BIJIH BESI MENJADI PRODUK BAJA DI INDONESIA[Technological and Economical Aspects of The Intallation of Iron Ore Processing Plant to Produce Steel In Indonesia.]
Abstract
ASPEK TEKNOLOGI DAN EKONOMI PEMBANGUNAN PABRIK PENGOLAHAN BIJIH BESI MENJADI PRODUK BAJA DI INDONESIA. Pabrik baja yang beroperasi di Indonesia pada umumnya masih bergantung pada bahan baku dari luar, baik bijih besi maupun besi tua (steel scrap). Pengolahan bijih besi dalam negeri menjadi produk besi spons diharapkan dapat mensubstitusi besi tua sebagai bahan baku pembuatan baja dengan teknologi berbasis EAF. Bijih besi Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu bijih besi primer (hematit dan magnetit), bijih besi laterit dan pasir besi. Cadangan bijih besi Indonesia didominasi oleh bijih besi laterit, maka teknologi dan jalur proses yang sesuai untuk mengolah bijih besi laterit ini sebaiknya dikaji lebih dalam untuk mendapatkan proses yang optimum dan efisien serta produk baja yang mempunyai nilai jual tinggi. Harga gas alam di dalam negeri mempunyai kecenderungan untuk meningkat, oleh karenanya teknologi yang disarankan untuk mengolah bijih besi Indonesia adalah teknologi direct reduction berbasis batubara (rotary kiln) atau blast furnace untuk pabrik dengan kapasitas besar. Ketergantungan pada kokas (coking coal) merupakan kelemahan dari teknologi blast furnace. Perbandingan capex dan opex dari blast furnace dan rotary kiln diuraikan pada tulisan ini. Biaya produksi pembuatan baja menggunakan jalur proses rotary kiln – electric arc furnace dan blast furnace – basic oxygen furnace adalah hampir sama yaitu sekitar 500 USD/ton.
Abstract
Raw material for steel production in Indonesia is still imported either in the form of iron ore or steel scrap.
The utilization of domestic iron ore to produce sponge iron might substitute steel scrap as raw material for
EAF-based steelmaking. Indonesian iron ore can be classified into primary iron ore (hematite and magnetite),
lateritic iron ore and iron sand. Lateritic iron ore is more dominant in Indonesia, therefore the suitable
technology and process route shall be studied in order to obtain an optimum and efficient process as well as
to produce high quality steel. The domestic price of natural gas tends to increase in the following years,
therefore coal based direct reduction technology (e.g. rotary kiln) or blast furnace for high production
capacity should be installed. The scarcity of domestic coking coal fo coke production is the limitation by the
application of blast furnace technology. The comparison of capex and opex of blast furnace and rotary kiln
iron making is described in this paper. The steel production cost using rotary kiln – electric arc furnace route
or blast furnace – basic oxygen furnace route is nearly the same (around 500 USD/ton).
Keywords
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Refbacks
- There are currently no refbacks.